Sabtu, 08 Maret 2008

Penelitian terkait silica

1. Asam silicat koloid untuk pengobatan oral dan topikal pada penuaan kulit, rambut rontok dan kuku rapuh pada wanita

Lassus. A.
Departemen Dermatologi. Pusat Riset Helsinki, Finlandia.

Dalam sebuah studi terbuka, wanita dengan penuaan kulit, rambut rontok atau tipis, serta kuku rapuh karena faktor biologis diobati secara oral dengan 10 ml asam silicat koloid (Silicol) sekali sehari selama 90 hari dan dioleskan ke wajah selama 10 menit 2 kali sehari. Dari 50 orang yang menjalani pengobatan, 3 orang mundur dari pengobatan setelah 30 hari karena kering berlebihan pada kulit muka terkait dengan pengolesan. Sisanya sebanyak 47 orang secara statistik mengalami perbaikan yang signifikan pada ketebalan dan turgor kulit, kerutan di wajah, serta kondisi rambut dan kuku. Jumlah bintik-bintik berwarna juga berkurang, meskipun perubahannya tidak signifikan. Pengukuran ultrasound tidak mendeteksi adanya perubahan secara signifikan pada ketebalan epidermis atau elastisitas kulit, namun terdapat peningkatan yang signifikan pada ketebalan dermis.
J Int Med Res. Jul-Agt 1993;21(4):209-15.

2. Asam silicat koloid untuk pengobatan luka kulit psoriasis, arthropathy dan onychopathy. Sebuah studi percontohan

Lassus A.
Departemen Dermatologi, Pusat Riset Helsinki, Finlandia

Dalam sebuah studi double-blind secara random, pasien dengan psoriasis tipe plak kronik diobati dengan 30 ml gel asam silicat koloid, secara oral, setiap hari, dan di oles dengan gel yang sama (n=15), atau diobati secara identik dengan gel plasebo (n=15) selama 3 bulan. Satu luka psoriasis yang stabil pada lutut atau sikut diobati dengan cara dioleskan dan diikutkan dalam keseluruhan studi. 5 pasien dalam kelompok pengobatan dan 7 pasien dalam kelompok kontrol mengidap psoriasis arthropathy, dan 11 pasien dalam kelompok pengobatan dan 12 pasien dalam kelompok kontrol mengidap psoriasis onychopathy. 3 pasien pengobatan dan 6 pasien kontrol ditarik (mundur) karena iritasi kulit atau kurang manjur. Pada kelompok pengobatan ada perbaikan yang jelas dalam scaling, induration, dan erythema setelah perlakuan. Perubahan kuku setelah diobati pada 5 dari 10 pasien dalam kelompok pengobatan dan sakit persendian berkurang hampir separuhnya pada 4 pasien dengan arthropathy. Sementara itu tidak ada peningkatan dalam kelompok plasebo.
J Int Med Res. Jul-Agt 1997;25(4):206-9.

3. Efek gel silicol dibandingkan dengan plasebo pada jerawat papulopustular dan produksi sebum. Sebuah studi double-blind

Departemen Dermatologi, Pusat Riset Helsinki, Finlandia

Semua pasien yang berjumlah 30 orang (19 wanita dan 11 pria), berumur rata-rata 19 tahun, dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok. Semua pasien mempunyai jerawat papulopustular kronis pada wajahnya. Sebanyak 15 pasien diobati secara topical (dioles) dengan gel silicol selama 20 menit 2x sehari selama 6 minggu dan yang 15 pasien diobati dengan gel plasebo dengan aturan yang sama. Evaluasi klinis dilakukan pada awal studi dan setelah 2, 4, dan 6 minggu pengobatan. Variabel klinis yang dievaluasi meliputi: jumlah komedo, papules, jerawat dan bisul pada area sekitar pipi kiri (5x5 cm) dan pengukuran produksi sebum pada area yang sama dengan menggunakan Sebumeter SM 810 PC (Courage and Khazaka, Ltd, Germany). Satu pasien yang menggunakan gel silicol ditarik (mundur) setelah 2 minggu pengobatan karena iritasi sedang pada kulit wajahnya, sehingga tinggal 29 pasien yang akan dievaluasi. Pada kelompok yang aktif (terapi silicol), jumlah komedo berkurang dari rata-rata 48,5 menjadi 15,1 setelah 6 minggu perawatan. Untuk papules adalah 10,7 dan 1,0; untuk jerawat 6,8 dan 0; untuk bisul 0,6 dan 0. Sedangkan pada kelompok plasebo tidak ada perbaikan yang dapat diamati. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan diantara 2 kelompok (P < 0,001) dalam perbaikan yang berpihak pada kelompok yang aktif. Rata-rata index sebum 193 di awal studi dan 88 setelah 6 minggu. Sedangkan pada kelompok plasebo, rata-rata index sebum 187 di awal studi dan 179 setelah 6 minggu. Perbedaan antara dua kelompok juga signifikan (P < 0,001). Setelah sebuah periode follow-up singkat (3 bulan), tidak ada pembusukan yang diamati pada 14 pasien kelompok aktif, hal ini menunjukkan perbaikan atau kesembuhan total.
J Int Med Res. Jul-Agt 1996;24(4):340-4.

4. Pengaruh asam orthosilicon pada kulit yang mengalami edema traumatis (Pendahuluan)

Klempous J, Petruk I, Godzinski J, Helemejko M, Pospiech Z.
Specjalistyczny Szpital Zespolony im. T. Marciniaka, Wroclawiu (artikel aslinya dalam bahasa Polandia)

Di Bangsal Bedah Anak pada RS setempat, 35 anak berusia dari 0 sampai 15 tahun yang mengalami luka bakar pada kulit dengan tingkat berbeda tengah diobati. Pada lapisan permukaan, pertengahan dan bagian dalam dari luka yang kemudian menimbulkan bengkak, kemerahan dan reaksi peradangan telah diamati sejak hari ke-2 pengobatan. Nanah pada luka tidak diamati. Telah diamati bahwa asam orthosilica mempunyai efek anti edema dan mendinginkan (mengurangi rasa sakit), mempercepat epidermisasi dan memperpendek waktu pemunculan dari granul pada luka bakar dalam. Kami fikir asam orthosilicon membutuhkan tes klinis lebih lanjut yang berharga untuk mengetahui kegunaannya dalam mengatasi berbagai macam penyakit kulit.
Polim Med. 1998;28(3-4):71-4.

5. Perampasan silicon menurunkan pembentukan kolagen pada luka dan tulang, dan aktivitas enzim ornithine transaminase di hati

Seaborn CD, Nielsen FH
University of Wisconsin-Stout, Menomonie, Wisconsin, USA.

Kami telah menunjukkan bahwa perampasan silicon (Si) mengurangi konsentrasi kolagen di dalam tulang tikus usia 9 minggu. Perampasan silicon juga mempengaruhi kolagen pada tahap yang berbeda dalam pertumbuhan tulang, enzim pembentuk kolagen, atau deposit kolagen dalam jaringan lainnya yang akan memberikan implikasi bahwa silicon adalah penting baik untuk penyembuhan luka maupun pembentukan tulang. Sebanyak 42 tikus dalam percobaan-1 dan 24 tikus dalam percobaan-2 diberi makan diet dasar yang mengandung 2 atau 2,6 μg Si/g, berturut-turut, dengan bahan dasar jagung dan casein, dan disuplementasi dengan 0 atau 10 μg Si/g dalam bentuk natrium metasilikat. Setelah 3 minggu, tulang paha pada 18 dari 42 tikus dalam percobaan-1 diangkat untuk analisa hydroxyproline. Sejenis busa polyvynil ditanamkan di bawah kulit punggung bagian atas pada masing-masing tikus yang tersisa, yaitu sebanyak 24 ekor. 16 jam sebelum penghentian dan 2 minggu setelah busa ditanamkan, masing-masing tikus diberikan dosis oral 14C-proline (1,8 μCi/100 gram berat badan). Total jumlah hydroxyproline secara signifikan lebih rendah dalam tulang kering dan busa yang diambil dari tikus yang defisiensi silicon dibandingkan dengan tikus yang disuplementasi silicon. Dis-integrasi per menit dari 14C-proline secara signifikan lebih tinggi dalam busa yang diambil dari tikus yang defisiensi silicon dibandingkan dengan tikus yang disuplementasi silicon. Bukti tambahan tentang penyimpangan metabolisme 14C-proline adalah ornithine aminotransferase hati secara signifikan berkurang pada tikus yang mengalami perampasan silicon dalam percobaan-2. Penemuan sebuah akumulasi peningkatan dari 14C-proline dan penurunan total hydroxyproline dalam busa yang ditanam dan penurunan aktivitas enzim dalam sintesa proline (ornithine aminotransferase hati) pada tikus yang mengalami perampasan silicon mengindikasikan suatu penyimpangan dalam pembentukan kolagen dalam tulang. Hal ini menyimpulkan bahwa silicon adalah zat gizi yang berhubungan dengan penyembuhan luka seperti halnya pembentukan tulang.
Biol Trace Elem Res. Des 2002 ;89(3):251-61.

6. Asupan silicon dalam diet berhubungan positif dengan kepadatan mineral tulang (BMD) pada studi kohort pria dan wanita premenopause di Framingham Offspring

Jugdaohsingh R, Tucker KL, Qiao N, Cupples LA, Kiel DP, Powell JJLaboratorium Gastrointestinal, The Rayne Institute, Rumah Sakit St Thomas', London, Inggris. ravin.jugdaohsingh@kcl.ac.uk

Peranan silicon dalam diet bagi kesehatan tulang pada manusia belumlah diketahui. Dalam sebuah studi cross-sectional/potong lintang berdasarkan populasi (2487 peserta), hubungan antara asupan silicon dalam diet dengan BMD diselidiki. Diet silicon mempunyai korelasi positif dan signifikan dengan BMD seluruh daerah sekitar pinggul pada pria dan wanita premenopause, tapi tidak pada wanita pasca menopause. Disimpulkan bahwa peningkatan asupan silicon berhubungan dengan peningkatan BMD cortical dalam populasi ini.
PENDAHULUAN: Osteoporosis merupakan suatu masalah kesehatan dan ekonomi yang terus berkembang. Bahan yang mendukung pembentukan tulang terus menerus dicari. Data dari hewan dan seluler menyimpulkan bahwa anion orthosilikat (silicon diet) terlibat dalam pembentukan tulang. Asupan silicon (Si, rata-rata 30 mg/hari) adalah yang tertinggi di antara trace mineral pada manusia, namun kontribusinya terhadap kesehatan tulang belum diketahui.
MATERI dan METODE: Dalam sebuah studi cross-sectional berdasarkan populasi, kami menguji hubungan antara asupan silicon dan kepadatan mineral tulang (BMD) pada 1251 pria dan 1596 wanita pre dan pasca menopause di Framingham Offspring (berusia 30-87 tahun) pada 4 daerah pinggul dan tulang belakang lumbal, untuk mengetahui semua faktor potensial yang mempengaruhi BMD dan asupan zat gizi.
HASIL: asupan silicon berkorelasi positif dengan penyesuaian BMD pada 4 daerah pinggul pria dan wanita premenopause, namun tidak pada wanita pasca menopause. Tidak ada hubungan yang signifikan pada pengamatan tulang belakang lumbal kelompok apapun. Analisis kategori berdasarkan asupan silicon atau penyesuaian energi asupan silicon mendukung temuan ini, dan menunjukkan perbedaan yang besar dalam BMD (s/d 10%), antara asupan silicon yang tertinggi (> 40 mg silicon/hari) dan yang terendah (< 14 mg silicon/hari). Sebuah hubungan yang signifikan pada tulang belakang lumbal pada pria juga diamati. Analisa lebih jauh mengindikasikan bahwa beberapa efek yang terlihat dari konsumsi minuman beralkohol yang tidak terlalu tinggi mungkin dikaitkan dengan asupan silicon.
KESIMPULAN: Temuan ini menyimpulkan bahwa asupan silicon yang lebih tinggi dalam diet pada pria dan wanita muda bisa memberi efek menyehatkan bagi skeletal (rangka tulang), khususnya kesehatan tulang kortikal yang sebelumnya tidak diketahui. Konfirmasi dari hasil ini dicari dalam sebuah studi longitudinal dan dengan menilai pengaruh asupan silicon terhadap penanda tulang dalam studi kohort ini.
J Bone Miner Res. Feb 2004 ;19(2):297-307. Epub 16 Des 2003 .

7. Asam orthosilicat merangsang sintesa kolagen tipe-1 dan pemilahan osteoblast dalam sel-sel in vitro manusia yang menyerupai osteoblast

Reffitt DM, Ongston N, Jugdaohsingh R, Cheung HF, Evans BA, Thompson RP, Powell JJ, Hampson GN
Laboratorium Gastrointestinal, The Rayne Institute, Rumah Sakit St Thomas, London SE1 7EH, Inggris.

Defisiensi silicon pada hewan mengarah pada kecacatan tulang. Oleh karena itu elemen ini bisa dikatakan berperan penting dalam metabolisme tulang. Silicon diserap dari diet dalam bentuk asam orthosilicat dan konsentrasinya dalam plasma sebesar 5 - 20 μM. Efek in vitro dari asam orthosilicat (0 – 50 μM) pada sintesa kolagen tipe-1 telah diselidiki dengan menggunakan bentuk sel osteosarcoma manusia (MG-63), sel seperti osteoblast primer yang diperoleh dari sel stromal sumsum tulang manusia, dan sel osteoblastic awal manusia (HCC1). Ekspresi mRNA kolagen tipe-1 dan aktivitas prolyl hydroxylase juga ditentukan di dalam sel MG-63. Alkaline phosphatase dan osteocalcin (pembedaan osteoblastic) telah dinilai di tingkat protein dan mRNA di sel MG-63 yang diterapi dengan asam orthosilicat. Sintesa kolagen tipe-1 meningkat di semua sel yang diterapi dengan asam orthosilicat konsentrasi 10 dan 20 μM, meskipun efeknya lebih jelas pada bentuk sel clonal (MG-63, HCC1 1,75 dan 1,8 lipat, berturut-turut, P < 0,001, dibandingkan dengan 1,45 lipat dalam bentuk sel primer). Terapi dengan 50 μM menghasilkan peningkatan yang lebih kecil dalam sintesa kolagen tipe-1 (MG-63 1,45 lipat, P = 0,004). Efek dari asam orthosilicat telah dihapuskan dengan keberadaan penghambat prolyl hydroxylase. Tidak ada perubahan pada tingkat mRNA kolagen tipe-1 yang terlihat dalam terapi sel MG-63. Aktivitas alkaline phosphatase dan osteocalcin meningkat secara signifikan (1,5; 1,2 lipat pada konsentrasi 10 dan 20 μM, berturut-turut, P < 0,05). Ekspresi gen dari alkaline phosphatase dan osteocalcin juga meningkat secara signifikan sejalan dengan terapi. Kesimpulannya, asam orthosilicat pada konsentrasi fisiologis merangsang sintesa kolagen tipe-1 pada sel manusia yang seperti osteoblast dan meningkatkan pemilahan osteoblastic.
Bone. Feb 2003 ; 32(2) : 127-35


8. Efek suplementasi silicon pada osteopenia yang disebabkan oleh ovariectomy pada tikus

Rico H, Gallego-LagoJL, Hernandez ER, Villa LF, Sachez-Atrio A, Seco C, Gervas JJ
Departamento de Medicina, Universidad de Alcala, 28801, Madrid, Spain

Efek suplementasi silicon (Si) dalam mencegah kehilangan massa tulang yang disebabkan oleh ovariectomy (OVX) pada tikus telah diselidiki. 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 15 ekor tikus Wistar betina berusia 100 hari, dengan berat awal rata-rata 260 gram, telah dipilih untuk dipelajari. Satu kelompok percobaan yang terdiri dari 15 tikus OVX diberi makanan yang disuplementasi dengan 500 mg silicon per kg makanan (Si + OVX). Dua kelompok lainnya terdiri 15 tikus OVX dan 15 tikus pura-pura OVX tidak menerima suplementasi tersebut. Studi morfometrik (berat dan panjang) dan densitometri dengan sinar-X absorptiometry dual-energi telah dilakukan pada seluruh femur (tulang paha) dan lumbar ke-5 tulang belakang dari setiap hewan 30 hari setelah percobaaan. Kelompok tikus Si + OVX tidak menunjukkan kehilangan massa tulang yang disebabkan oleh OVX pada level axial (lumbar ke-5 tulang belakang) atau peripheral (tulang paha). Meskipun begitu, peningkatan signifikan (ANOVA dengan tes post hocs Bonferroni/Dunn) dari perkembangan longitudinal tulang paha (P <0,0001) telah dipatenkan. Hasil ini, diperoleh melalui pengukuran tulang peripheral dan axial, menjamin penelitian dengan cermat dalam hubungannya dengan efek inhibitor silicon pada kehilangan massa tulang seperti halnya efek perangsang pada pembentukan tulang. Kedua tindakan, yaitu menghambat penyerapan dan merangsang pembentukan, menyimpulkan bahwa Silicon mempunyai efek terapeutik potensial dalam pengobatan osteoporosis involutive.
Calcif Tissue Int. Jan 2000 ;66(1):53-5


9. Silicon sebagai suatu ‘trace nutrient’

Carlisle EMSchool of Public Health, University of California, Los Angeles 90024.

Silicon menjalankan peranan penting dalam jaringan penghubung, terutama tulang dan tulang rawan. Efek utama silicon pada tulang dan tulang rawan adalah dalam pembentukan matriks organik. Ketidaknormalan tulang dan tulang rawan dihubungkan dengan penurunan komponen matriks, yang menjadikan silicon sebagai suatu syarat dalam pembentukan kolagen dan glikosaminoglikan. Peranan metabolisme silicon bagi jaringan ikat telah diperkuat dengan penemuan bahwa silicon adalah ion utama dari sel osteogenic, yang tinggi terutama dalam keadaan sel aktif secara metabolik. Studi lebih lanjut juga mengindikasikan bahwa silicon berperan dalam reaksi biokimia dari struktur subseluler yang mengandung enzim. Silicon juga membentuk hubungan penting dengan elemen lain. Meskipun telah jelas bahwa silicon melaksanakan fungsi metabolik yang spesifik, namun suatu peran struktural telah diajukan untuk silicon dalam jaringan ikat. Sebuah hubungan yang dipastikan antara silicon dengan penuaan mungkin terkait dengan perubahan glikosaminoglikan.
Sci Total Environ. Jul 1988 1;73(1-2):95-106.

10. Silicon, sebuah trace elemen esensial bagi nutrisi hewan

Carlisle EM
School of Public Health, University of California, Los Angeles 90024.

Dalam dekade terakhir silicon telah dikenal berperan serta dalam metabolisme normal hewan dan menjadi trace elemen esensial. Silicon menjalankan peranan penting dalam jaringan ikat, khususnya tulang dan tulang rawan. Ketidaknormalan tulang dan tulang rawan terkait dengan pengurangan komponen matriks, sehingga silicon menjadi suatu syarat dalam pembentukan kolagen dan glikosaminoglikan. Efek utama silicon pada tulang dan tulang rawan adalah pada matriks, dimana pembentukan matriks organik nampaknya lebih dipengaruhi oleh defisiensi silicon daripada proses mineralisasi. Peranan metabolisme silicon bagi jaringan ikat telah diperkuat dengan penemuan bahwa silicon adalah ion utama dari sel osteogenic, yang tinggi terutama dalam keadaan sel aktif secara metabolik; lebih lanjut, silicon menjangkau tingkatan yang relatif tinggi dalam mitokondria sel-sel tersebut. Studi lebih lanjut juga mengindikasikan bahwa silicon berperan dalam reaksi biokimia dari struktur subseluler yang mengandung enzim. Silicon juga membentuk hubungan penting dengan elemen lain. Meskipun telah jelas bahwa silicon melaksanakan fungsi metabolik yang spesifik, namun suatu peran struktural telah diajukan untuk silicon dalam jaringan ikat. Sebuah hubungan yang dipastikan antara silicon dengan penuaan mungkin terkait dengan perubahan glikosaminoglikan.
Ciba Found Symp. 1986;121:123-39.

11. Efek diet silicon dan kadar aluminium dalam silicon dan tingkat aluminium dalam otak tikus

Carlisle EM, Curran MJ.Division of Nutritional Sciences, School of Public Health, UCLA 90024.

Studi pendahuluan ini dilakukan untuk menyelidiki efek diet silicon dan aluminium pada kadar elemen-elemen tersebut dalam otak. Dua umur tikus, 22 hari dan 10 bulan, dikelompokkan menjadi 4:
1) rendah silicon; 2) rendah silicon dan aluminium; 3) disuplementasi silicon; dan 4) disuplementasi silicon and aluminium. Tikus berusia 23 dan 28 bulan ketika eksperimen dihentikan. Duabelas bagian otak dianalisa untuk mengetahui silicon dan aluminium. Variasi bagian yang mengandung silicon, yang mana tidak terikat dengan suplementasi silicon, memperkirakan bahwa silicon mungkin salah satu elemen yang esensial dalam otak. Suplementasi aluminium mengurangi kandungan silicon pada bagian otak tertentu, termasuk bagian yang diduga terkait dengan penyakit Alzheimer. Sebuah hubungan telah ditetapkan antara silicon, aluminium dan usia. Pada tikus berusia 23 bulan, suplementasi aluminium tidak meningkatkan kandungan aluminium dalam otak. Sebaliknya, pada tikus berusia 28 bulan, suplementasi aluminium pada diet rendah silicon meningkatkan kandungan aluminium di berbagai bagian otak. Tidak ada peningkatan yang terjadi di dalam kelompok suplementasi silicon pada umur yang sama. Suplementasi silicon tampaknya menjadi pelindung untuk melawan akumulasi aluminium pada otak yang menua.
Alzheimer Dis Assoc Disord. 1987;1(2):83-9.


12. Hubungan timbal balik antara silicon dan aluminium dalam efek biologis aluminium

Birchall JD.ICI plc, Runcorn, Cheshire, UK.

Telah diketahui bahwa aluminium adalah beracun pada tingkat selular dan jika masuk ke dalam organisme (tumbuhan, ikan, manusia) akan diikuti oleh gejala-gejala patologis ketika mekanisme sistem pengeluaran normal gagal atau terganggu, contohnya pada dialisis ginjal. Perdebatan saat ini memperhatikan keberadaan aluminium di lingkungan dan kemungkinan dampak penyerapan dan akumulasinya yang perlahan dan berbahaya bagi individu yang rentan. Silicon dipertimbangkan sebagai elemen esensial namun mekanisme dasarnya masih belum diketahui dan pengikatan elemennya (melalui oksigen) dengan biomolekul belum didemonstrasikan. Bagaimanapun, terdapat suatu hubungan dekat yang unik antara aluminium dan silicon, tidak hanya dalam ikatan kimia bentuk padat [ (AlO4)5‾ dan (SiO4)4‾ adalah isostruktural], tapi juga dalam bentuk kimia cair seperti yang diilustrasikan oleh sintesa zeolite dari anion aluminat dan silikat pada kondisi pH tinggi dan dibawah kondisi hydrothermal. Hubungan ini juga ada dalam larutan yang sangat lemah (<10(-5)M) pada pH mendekati netral ketika jenis hidroksialumino-silikat dibentuk. Jenis ini menengahi bioavailabilitas dan toksisitas selular dari aluminium. Efek yang diamati dari defisiensi silicon dapat dihubungkan dengan keberadaan aluminium sebagai akibat. Terdapat implikasi penting untuk epidemiologi dan biokimia dari gangguan yang disebabkan oleh aluminium dan pertimbangan apapun dari suatu elemen harus melibatkan yang elemen lainnya.
Ciba Found Symp. 1992;169:50-61; discussion 61-8.


13. Peranan asam silikat dalam pengeluaran aluminium dari ginjal
Clinical Chemistry Department, Royal Liverpool University Hospital, United Kingdom.
Hubungan kimia antara asam silikat dengan aluminium telah ditunjukkan menurunkan bioavailabilitas aluminium dalam studi penyerapan gastrointestinal manusia. Investigasi telah dilakukan untuk memastikan apakah mungkin interaksi yang serupa juga meningkatkan pengeluaran aluminium dari ginjal dengan menilai kedua elemen tersebut dalam urin. Orang sehat yang diberikan asam monosilikat yang secara alami ditemukan dalam bir, mengeluarkan sebagian besar kandungan asam silikat (sekitar 56%) dalam waktu 8 jam, secara serentak dengan peningkatan yang signifikan dalam pengeluaran aluminium (P < 0,05). Proses pencernaan dari peningkatan dosis asam silicat mengakibatkan dosis pengeluaran silicon cenderung meningkat. Pengeluaran aluminium mencapai maksimal dan kemudian menurun, konsisten dengan pengurangan simpanan aluminium tubuh. Hal ini dipastikan dengan menggunakan isotop aluminium 26. Serum yang rendah namun konsentrasi urin tinggi silica menyimpulkan bahwa jika aluminium dan silica berinteraksi untuk membentuk jenis yang dapat dikeluarkan dalam lumen ginjal sehingga silica membatasi penyerapan kembali aluminium. Pengaruh asam silikat dalam pengurangan simpanan aluminium dan mengurangi penyerapan gastrointestinal menyimpulkan bahwa penambahan asam silikat pada cadangan air warga kota bisa menjadi ukuran kesehatan masyarakat yang berisiko rendah untuk mengurangi beban aluminium pada populasi umum.
Ann Clin Lab Sci. Mei-Jun 1996;26(3):227-33.


14. Hubungan antara konsentrasi aluminium dalam air minum dan penyakit Alzheimer: sebuah studi follow-up selama 8 tahun

Rondeau V, Commenges D, Jacqmin-Gadda H, Dartigues JF.INSERM Unite 330, Universite Victor Segalen Bordeaux II, France.

Untuk menyelidiki pengaruh aluminium dan silica dalam air minum terhadap resiko penyakit Alzheimer dan demensia, penulis menganalisa data dari sebuah kohort prospektif yang besar (Paquid), meliputi 3777 subjek berusia 65 tahun atau lebih dan tinggal di 75 rumah tinggal milik gereja sipil di Gironde dan Dordogne, barat daya Perancis pada tahun 1988-1989. Para subjek dipantau selama 8 tahun dengan pencarian insinden kasus dementia atau penyakit Alzheimer secara aktif. Rata-rata paparan aluminium dan silica dalam air minum diperkirakan di setiap daerah. Sampel studi meliputi 2698 subjek yang yang tidak mengalami demensia di awal penelitian, yang komponen air minumnya dan kovariannya tersedia. Jumlah total 253 insinden kasus dementia (17 terpapar dengan kadar aluminium yang tinggi), termasuk 182 penyakit Alzheimer (13 terpapar dengan kadar aluminium yang tinggi), telah teridentifikasi. Resiko relatif dementia sesuai umur, jenis kelamin, level pendidikan, tempat tinggal, dan konsumsi anggur adalah 1,99 (95% CI; 1,20; 3,28) untuk subjek yang terpapar dengan konsentrasi aluminium lebih besar daripada 0,1 mg/liter. Hasil ini telah dikonfirmasi untuk penyakit Alzheimer (penyesuaian resiko relative = 2,14; 95% CI: 1,21; 3,80). Bagaimanapun, tidak ditemukan adanya hubungan antara dosis dengan respon. Sebaliknya, penyesuaian resiko relatif dementia dengan subjek yang terpapar silica (≥ 11,25 mg/liter) adalah 0,74 (95% CI: 0,58; 0,96). Penemuan ini mendukung hipotesis bahwa konsentrasi tinggi aluminium dalam air minum bisa menjadi faktor resiko penyakit Alzheimer.
Am J Epidemiol. Jul 2000 1;152(1):59-66.

15. Silicon, serat dan aterosklerosis

Schwarz K.
Suatu argumentasi logis dapat di buat untuk hipotesis yang menyatakan kekurangan silica bisa menjadi sebuah faktor etiologi penting dalam aterosklerosis. Sebagai asam silicat atau turunannya, silicon adalah penting untuk pertumbuhan. Silicon paling banyak ditemukan di jaringan ikat, dimana fungsinya sebagai agen penghubung (“cross linking”). Jumlah ikatan silicon tinggi yang tidak biasa muncul pada dinding arteri terutama di lapisan intima. Berbagai variasi diet serat dilaporkan efektif dalam mencegah percobaan model aterosklerosis, menurunkan kolesterol dan kadar lemak darah, dan mengikat asam empedu in vitro. Jumlah silicon yang luar biasa besar (10.000 s/d 25.000) telah ditemukan dalam produk serat dengan berbagai macam komposisi asli maupun kimia yang aktif dalam tes ini. Material yang tidak aktif, seperti perbedaan jenis selulose yang telah dimurnikan, hanya mengandung sejumlah kecil elemen. Telah disimpulkan bahwa silikat-silicon bisa menjadi unsur aktif dalam diet serat yang mempengaruhi perkembangan aterosklerosis. Dua dari tiga sampel bubuk serat juga relatif memiliki kadar yang rendah, yang mana dapat menjelaskan mengapa bubuk serat tidak menurunkan serum kolesterol. Fakta bahwa aterosklerosis mempunyai insinden yang rendah di beberapa negara berkembang mungkin terkait dengan ketersediaan silicon dalam diet. Dua bahan makanan yang kandungan siliconnya berkurang karena perlakuan industri adalah: tepung terigu dan produk kedelai, dimana silicon lebih rendah daripada masing-masing produk alaminya. Sifat kimia alami silicon dalam jenis serat yang berbeda tidak diketahui. Ia bisa ada dalam bentuk asam orthosilic, asam silicat polimerat, silica kolid (opal), konsentrat silica padat, atau dalam bentuk turunan ikatan organik dari asam silicat (silanolat)
Lancet. Feb 1977 26;1(8009):454-7.

16. Aksi antiatheromatous dari silicon

Loeper J, Goy-Loeper J, Rozensztajn L, Fragny M.

Silicon adalah suatu unsur dari jaringan ikat dan jaringan elastis. Pemberian secara intravena pada kelinci, menghambat percobaan atheromas yang normalnya disebabkan oleh diet atheromatous, membuat plak atheromatous lebih jarang dan timbunan lemak lebih tipis. Meskipun mekanisme aksi antiatheromatous silicon masih samar, kenaikan sifat tak tembus dinding arteri mungkin bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi, karena dinding arteri hewan di bawah silicon menunjukkan konsentrasi lemak yang lebih tinggi pada hewan kontrol. Pemeliharaan dari struktur serat yang elastis, seperti halnya unsur dasar, dan tidak adanya peningkatan asam oleat pada dinding aorta bisa juga menjelaskan jarangnya plak atheromatous.

Atherosclerosis. Agt 1979 ;33(4):397-408.